Pekanbaru (26/04) – Ruang lingkup Kekerasan terhadap Perempuan meliputi: Kekerasan dalam Rumah Tangga, Kekerasan/Pelecehan Seksual, dan Perdagangan Orang (Perempuan). Demikian disampaikan Plt. Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Perempuan, Wagiran saat menyampaikan sambutannya pada Rapat Koordinasi Penguatan Sistem Penanganan Kekerasan terhadap perempuan yang diselenggarakan di Hotel Primere, Pekanbaru, Propinsi Riau. Rakor secara resmi dibuka oleh Asisten III Bidang Administrasi Umum Setda Provinsi Riau, Hj. Indrawati Nasution.

Menurut Wagiran, merujuk catatan Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2017 terdapat 348.466 kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP). Bila dihitung secara rata-rata, dalam satu hari terjadi 954 kasus kekerasan terhadap perempuan, atau setiap jamnya terjadi sekitar 40 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sementara, data untuk Provinsi Riau termasuk daerah yang tingkat kekerasan terhadap perempuan relatif tinggi. Sepanjang tahun 2017 tercatat sebanyak 180 kasus atau meningkat sebanyak 5 kasus dibandingkan tahun 2016 yang sebanyak 175 kasus. Hal ini tentu membutuhkan perhatian bersama.  “kasus-kasus yang muncul tersebut dapat diibaratkan sebagai gunung es, karena belum semua terungkap,”tambahnya.

Melihat kondisi tersebut, menurut Wagiran, harus ada upaya bersama/bersinergi secara  komprehensif antara pusat dengan daerah, antara pemerintah dengan masyarakat sipil, dengan mengikutsertakan pengusaha melalui program CSR dalam menetapkan program dan kegiatan untuk meminimalisasi jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan. “Menjadi kewajiban kita bersama untuk lebih meningkatkan perhatian terhadap permasalahan-permasalahan tersebut, pemahaman dan komitmen pemangku kepentingan/stakeholders perlu ditingkatkan”, pintanya.

Selain itu, lanjut Wagiran, perlu ada penguatan sistem penangan kekerasan terhadap perempuan yang optimal terhadap korban yang mencakup layanan pengaduan, rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, bantuan hukum serta pemulangan dan reintegrasi sosial hingga dapat kembali beraktivitas di masyarakat. Khusus bagi pelaku, harus diterapkan penegakan hukum yang tegas sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pola pencegahan juga perlu ditingkatkan agar kasus kekerasan semakin berkurang atau bisa zero kasus.

“Saya menyadari masih banyak persoalan kekerasan terhadap perempuan yang harus disinergikan bersama. Oleh karena itu, saya mengundang seluruh para pemangku kepentingan, agar melalui Rapat Koordinasi ini, dapat memformulasikan, mempertajam dan memperkuat sistem penanganan kekerasan terhadap perempuan. Bagaimana kegiatan prioritas dalam perlindungan perempuan dapat diprogramkan dan diimplementasikan oleh Kementerian terkait, Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan yang lain,” ungkap Wagiran.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau dalam hal ini diwakili oleh Asisten III Setdaprov Riau Indrawati Nasution dalam sambutannya mengatakan bahwa peningkatan penanganan kekerasan terhadap perempuan menjadi prioritas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Karena perempuan korban kekerasan perlu diberikan layanan yang optimal.

Setelah pembukaan, Rakor dilanjutkan dengan menyajikan diskusi panel dengan narasumber, Wagiran dari Kemenko PMK; Kadis PPA Prov. Riau, Hidayati Effiza; Panit 2 Subdit IV Polda Riau, IPDA Marito Siregar; Dewan Pembinaan LSM Rupari, Risdayanti; dan selaku moderator, Kabid PHP Dinas PPA Prov. Riau, Yulhendri. Rakor diikuti oleh instansi pemerintah pusat, aparat pemprov Riau, Pemkab/kota se-provinsi Riau, Perguruan Tinggi, serta LSM.

Rakor juga menghasilkan beberapa rekomendasi untuk ditindaklanjuti, antara lain:

Pertama, menempatkan isu perlindungan perempuan dan anak sebagai isu prioritas dalam perencanaan pembangunan daerah dengan fokus pada pencegahan;

Kedua, meningkatkan pemahaman bagi pemangku kepentingan, Aparat Penegak Hukum (APH), masyarakat, dunia usaha, tentang pencegahan dan penanganan tindakan kekerasan terhadap perempuan, termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO);

Ketiga, penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan tingkat daerah provinsi dengan membentuk atau memperkuat Forum Koordinasi Pencegahan dan Penanganan KtPA yang sudah terbentuk;

Keempat, penguatan sistem data dan informasi tindak kekerasan terhadap perempuan, dan anak termurah TPPO;

Kelima, meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha (CSR) dalam pencegahan dan penanganan perempuan dari tindak kekerasan;

Keenam, peningkatan efektifitas layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan;

Ketujuh, penguatan mekanisme kerjasama antar pemerintah, lembaga layanan, masyarakat, dan dunia usaha dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak antar kab/kota maupun lintas provinsi;

Kedelapan, komitmen dari penegak hukum dalam penanganan kasus perlindungan perempuan dan anak;