laporan disiplin dan izin perkawinan/perceraian

https://bit.ly/laporandisplindancerai

 

  • Menurut Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan PBB tahun 1993, Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut. Pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi diranah public maupun di dalam kehidupan privat atau pribadi (Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan PBB tahun 1993 pasal 1)
  • Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang.
  • Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah public atau dalam kehidupan pribadi.
  • Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, psikologi, termasuk penelantaran dan perlakukan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak.
  • Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
  • Unit pelayanan terpadu atau disingkat UPT adalah suatu unit kesatuan yang menyelenggarakan fungsi pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan. UPT tersebut dapat berada di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) dan Pusat Krisis Terpadu (PKT) yang berbasis Rumah Sakit, Puskesmas, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA), Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC), Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), BP4 dan lembaga-lembaga keumatan lainnya, kejaksaan, pengadilan, Satuan Tugas Pelayanan Warga pada Perwakilan RI di laur negeri, Women Crisis Center (WCC), lembaga bantuan hukum (LBH), dan lembaga sejenis lainnya. Layanan ini dapat berbentuk satu atap (one stop crisis center) atau berbentuk jejaring, tergantung kebutuhan di masing-masing daerah.
  • Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hokum dalam lingkup rumah tangga (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga)
  • Kekerasan fisik, adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6 UU PKDRT Jo. Pasal 89 KUHP, Pasal 89 ayat (1) huruf d UU PA).
  • Kekerasan psikis, adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (Pasal 7 UU PKDRT).
  • Kekerasan seksual meliputi tapi tidak terbatas pada:
    • Pemaksaaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut dan/atau pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain, untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu (Pasal 8, UU PKDRT).
    • Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia (KUHP Pasal 285).
    • Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan melakukan perbuatan cabul (KUHP Pasal 289).
    • Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan (Pasal 81 UU PA).
    • Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuata cabul (Pasal 82 UU PA).
  • Penelantaran , meliputi tapi tidak terbatas pada:
    • Tindakan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak secara wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial (Pasal 1 butir 6 UU PA).
    • Tindakan mengabaikan dengan sengaja untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya (Pasal 13 ayat (1) huruf c, UU PA).
    • Tindakan yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut (Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT).
    • Tindakan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Pasal 9 ayat (2) UU PKDRT).
  • Perdagangan Orang meliputi tapi tidak terbatas pada :
    • tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi (Pasal 1 butir 1 UU PTPPO)
    • tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 butir 2 UU PTPPO)
  • Eksploitasi meliputi tapi tidak terbatas pada:
    • Tindakan yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain (Pasal 88 UU PA).
    • Tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan/praktik serupa, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang, oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materil maupun immaterial (Pasal 1 butir 7 UU PTPPO).
    • Eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran atau pencabulan (Pasal 1 buti 8 UU PTPPO, Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi).
  • Ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang (Pasal 1 butir 12 UU PTPPPO).
  • Pemaksaan adalah suatu keadaan di mana seseorang/korban disuruh melakukan sesuatu sedemikian rupa sehingga orang itu melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak sendiri (Penjelasan Pasal 18 UU PTPPO).
  • tempat terjadinya kekerasan:
    • Rumah Tangga, apabila kejadian tindak kekerasan yang dialami korban terjadi di dalam rumah tangga sendiri;
    • Tempat Kerja, apabila kejadian tindak kekerasan yang dialami koran terjadi di tempat kerja;
    • Public, apabila kejadian tindak kekerasan yang dialami korban terjadi di tempat selain kedua jenis tempat di atas, seperti di tempat umum (pasar, sekolah, terminal, stasiun kereta api, dsb).
  • Korban kekerasan dalam rumah tangga, meliputi :
    • Suami, isteri dan anak
    • Orang-orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan orang sebagaimana dimaksud diatas karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga
    • Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut
  • Penyebab Terjadinya Kekerasan Anak
    • Lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menonton televisi, bermain dll. Hal ini bukan berarti orang tua menjadi over protective, namun maraknya kriminalitas di negeri ini membuat perlunya meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar.
    • Anak mengalami cacat tubuh, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu.
    • Kemiskinan keluarga.
    • Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan Ayah/Ibu dalam jangka panjang.
    • Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidak mampuan mendidik anak, anak yang tidak diinginkan atau anak lahir diluar nikah.
    • Pengulangan sejarah kekerasan orang tua yang dulu sering memperlakukan anak – anaknya dengan pola yang sama.
    • Kondisi lingkungan yang buruk, keterbelakangan.
    • Kesibukan orang tua sehingga anak menjadi sendirian bisa menjadi pemicu kekerasan terhadap anak.
    • Kurangnya pendidikan anak terhadap anak.
  • Jenis – jenis Kekerasan Anak:
    • Kekerasan adalah semua bentuk kekerasan fisik dan mental, cedera atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan salah, penganiayaan atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seksual.
    • Kekerasan fisik. Kekerasan fisik termasuk hukuman fisik [corporal] adalah setiap ekerasan dan hukuman fisik yang digunakan dan dimaksudkan untuk menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyaman. Bentuknya memukul (“memukul”, “menampar”) anak, dengan tangan atau dengan cambuk, tongkat, ikat pinggang, sepatu, sendok kayu, dll., termasuk juga menendang, melemparkan anak, menggaruk, mencubit, menggigit, menjambak, meninju telinga, memaksa anak untuk berdiam dalam posisi yang tidak nyaman, rasa terbakar, panas atau dipaksa menelan rempah-rempah pedas. Kekerasan fisik termasuk hukuman fisik selalu merendahkan.
    • Kekerasan fisik termasuk hukuman fisik sering terjadi di rumah dan keluarga, segala bentuk perawatan alternatif, sekolah dan lembaga pendidikan, dan sistem peradilan (lembaga pemasyarakatan), dalam situasi pekerja anak, dan di masyarakat.
    • Bentuk kekerasan seperti ini mudah diketahui karena akibatnya bisa terlihat pada tubuh korban kasus physical abuse : persentase tertinggi usia 0 – 5 tahun (32.3%) dan terendah usia 13 – 15 tahun (16.2%). Kekerasan biasanya meliputi memukul, mencekik, menempelkan benda panas ke tubuh korban dan lain – lainnya. Dampak dari kekerasan seperti ini selain menimbulkan luka dan trauma pada korban, juga seringkali membuat korban meninggal.
    • Kekerasan Secara Verbal. Bentuk kekerasan seperti ini sering diabaikan dan dianggap biasa atau bahkan dianggap sebagai candaan. Kekerasaan seperti ini biasanya meliputi hinaan, makian, maupun celaan. Dampak dari kekerasaan seperti ini yaitu anak jadi belajar untuk mengucapkan kata – kata kasar, tidak menghormati orang lain dan juga bisa menyebabkan anak menjadi rendah diri.
    • Kekerasan Secara Mental. Kekerasan mental adalah penganiayaan psikologis, kekerasan mental, pelecehan verbal, dan pelecehan emosional atau perlakuan salah. Bentuk kekerasan mental antara lain: (1) Segala bentuk interaksi berbahaya dengan anak (menyampaikan kepada anak mereka tidak berharga, tidak dicintai, tidak diinginkan, terancam punah, hanya memenuhi kebutuhan orang lain); (2) Menakuti-nakuti, meneror, dan mengancam; mengeksploitasi dan merusak; menolak; (3) mengisolasi, mengabaikan, dan pilih kasih; (4) Menolak respon emosional termasuk mengabaikan kesehatan mental, kebutuhan medis, dan pendidikan; (5) Penghinaan, ejekan, meremehkan, mengejek, dan menyakiti perasaan anak; (6) Paparan kekerasan dalam rumah tangga; (7) Isolasi kurungan atau kondisi memalukan atau merendahkan;(8) Bullying psikologis dan perpeloncoan oleh orang dewasa atau anak lain, termasuk TIK: ponsel dan internet (cyberbullying).
    • Bentuk kekerasan seperti ini juga sering tidak terlihat, namun dampaknya bisa lebih besar dari kekerasan secara verbal. Kasus emotional abuse: persentase tertinggi usia 6-12 tahun (28.8%) dan terendah usia 16-18 tahun(0.9%). Kekerasaan seperti ini meliputi pengabaian orang tua terhadap anak yang membutuhkan perhatian, teror, celaan, maupun sering membanding-bandingkan hal-hal dalam diri anak tersebut dengan yang lain, bisa menyebabkan mentalnya menjadi lemah. Dampak kekerasan seperti ini yaitu anak merasa cemas, menjadi pendiam, rendah diri, hanya bisa iri tanpa mampu untuk bangkit
    • Pelecehan Seksual. Pelecehan dan eksploitasi seksual adalah (1) bujukan atau memaksa anak untuk terlibat dalam aktivitas seksual atau secara psikologis berbahaya; (2) penggunaan anak dalam eksploitasi seksual; (3) penggunaan anak dalam gambar atau audio visual guna pelecehan seksual anak; (4) pelacuran anak, perbudakan seksual, eksploitasi seksual dalam pariwisata, perdagangan dan penjualan anak untuk tujuan seksual dan perkawinan paksa.
    • Bentuk kekerasan seperti ini biasanya dilakukan oleh orang yang telah dikenal anak, seperti keluarga, tetangga, guru maupun teman sepermainannya sendiri. Kasus pelecehan seksual: persentase tertinggi usia 6-12 tahun (33%) dan terendah usia 0-5 tahun (7,7%).
    • Bentuk kekerasan seperti ini yaitu pelecehan, pencabulan maupun pemerkosaan. Dampak kekerasan seperti ini selain menimbulkan trauma mendalam, juga seringkali menimbulkan luka secara fisik.
  • Alternatif Solusi Mencegah Terjadinya Kekerasan Anak:
    • Orang tua menjaga agar anak-anak tidak menonton/meniru adegan kekerasan karena bisa menimbulkan bahaya pada diri mereka. Beri penjelasan pada anak bahwa adegan tertentu bisa membahayakan dirinya. Luangkanlah waktu menemani anak menonton agar para orang tua tahu tontonan tersebut buruk atau tidak untuk anak.
    • Jangan sering mengabaikan anak, karena sebagian dari terjadinya kekerasan terhadap anak adalah kurangnya perhatian terhadap anak. Namun hal ini berbeda dengan memanjakan anak.
    • Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama mengajarkan moral pada anak agar berbuat baik, hal ini dimaksudkan agar anak tersebut tidak menjadi pelaku kekerasn itu sendiri.
    • Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan berikan dorongan pada anak agar bicara apa adanya/berterus terang. Hal ini dimaksudkan agar orang tua bisa mengenal anaknya dengan baik dan memberikan nasihat apa yang perlu dilakukan terhadap anak, karena banyak sekali kekerasan pada anak terutama pelecehan seksual yang terlambat diungkap.
    • Ajarkan kepada anak untuk bersikap waspada seperti jangan terima ajakan orang yang kurang dikenal dan lain-lain.
    • Sebaiknya orang tua juga bersikap sabar terhadap anak. Ingatlah bahwa seorang anak tetaplah seorang anak yang masih perlu banyak belajar tentang kehidupan dan karena kurangnya kesabaran orang tua banyak kasus orang tua yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya sendiri.
  • Dampak Kekerasan Terhadap Anak:
    • Dampak Kekerasan Fisik. Anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Lawson dalamSitohang (2004) menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
    • Dampak Kekerasan Psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang tuanya, apa lagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan,anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri. Menurut Nadia (1991), kekerasan psikologis sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.
    • Dampak Kekerasan Seksual. Menurut Mulyadi dalam Sinar Harapan (2003) diantara korban masih ada yang merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah menikah. Bahkan eksploitasi seksual yang dialami semasa masih anak-anak banyak ditenggarai sebagai penyebab keterlibatan dalam prostitusi. Jika kekerasan seksual terjadi pada anak yang masih kecil pengaruh buruk yang ditimbulkan antara lain dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan tanda-tanda fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll (Nadia, 1991).
    • Dampak Penelantaran Anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak, Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
    • Dampak Kekerasan Lainnya. Dampak kekerasan terhadap anak lainnya (Sitohang, 2004) adalah kelalaian dalam mendapatkan pengobatan menyebabkan kegagalan dalam merawat anak dengan baik. Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
  • Beberapa Kriteria Yang Masuk Kategori Menyiksa Anak:
    • Menghukum anak secara berlebihan
    • Memukul
    • Menyulut dengan ujung rokok, membakar, menampar, membanting
    • Terus menerus mengkritik, mengancam, atau menunjukkan sikap penolakan terhadap anak
    • Pelecehan seksual
    • Menyerang anak secara agresif
    • Mengabaikan anak; tidak memperhatikan kebutuhan makan, bermain, kasih sayang dan memberikan rasa aman yang memadai
  • Beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dampak dari penyiksaan atau pengabaian terhadap kehidupan sang anak:
    • Jenis perlakuan yang dialami oleh sang anak
    • Seberapa parah perlakuan tersebut dialami
    • Sudah berapa lama perlakuan tersebut berlangsung
    • Usia anak dan daya tahan psikologis anak dalam menghadapi tekanan
    • Apakah dalam situasi normal sang anak tetap memperoleh perlakuan atau pengasuhan yang wajar
    • Apakah ada orang lain atau anggota keluarga lain yang dapat mencintai, mengasihi, memperhatikan dan dapat diandalkan oleh sang anak
  • Sementara itu penyiksaan dan atau pengabaian yang dialami oleh anak dapat menimbulkan permasalahan di berbagai segi kehidupannya seperti:
    • Masalah Relasional
      • Kesulitan menjalin dan membina hubungan atau pun persahabatan
      • Merasa kesepian
      • Kesulitan dalam membentuk hubungan yang harmonis
      • Sulit mempercayai diri sendiri dan orang lain
      • Menjalin hubungan yang tidak sehat, misalnya terlalu tergantung atau terlalu mandiri
      • Sulit membagi perhatian antara mengurus diri sendiri dengan mengurus orang lain
      • Mudah curiga, terlalu berhati-hati terhadap orang lain
      • Perilakunya tidak spontan
      • Kesulitan menyesuaikan diri
      • Lebih suka menyendiri dari pada bermain dengan kawan-kawannya
      • Suka memusuhi orang lain atau dimusuhi
      • Merasa takut menjalin hubungan secara fisik dengan orang lain
      • Sulit membuat komitmen
      • Terlalu bertanggung jawab atau justru menghindar dari tanggung jawab
    • Masalah Emosional
      • Merasa bersalah, malu,menyimpan perasaan dendam
    • Depresi
      • Merasa takut ketularan gangguan mental yang dialami orang tua
      • Merasa takut masalah dirinya ketahuan kawannya yang lain
      • Tidak mampu mengekspresikan kemarahan secara konstruktif atau positif
      • Merasa bingung dengan identitasnya
      • Tidak mampu menghadapi kehidupan dengan segala masalahnya
    • Masalah Kognisi
      • Punya persepsi yang negatif terhadap kehidupan
      • Timbul pikiran negatif tentang diri sendiri yang diikuti oleh tindakan yang cenderung merugikan diri sendiri
      • Memberikan penilaian yang rendah terhadap kemampuan atau prestasi diri sendiri
      • Sulit berkonsentrasi dan menurunnya prestasi di sekolah
      • Memiliki citra diri yang negative
    • Masalah Perilaku
      • Muncul perilaku berbohong, mencuri, bolos sekolah
      • Perbuatan kriminal atau kenakalan
      • Tidak mengurus diri sendiri dengan baik
      • Menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak wajar, dibuat-buat untuk mencari perhatian
      • Muncul keluhan sulit tidur
      • Muncul perilaku seksual yang tidak wajar
      • Kecanduan obat bius, minuman keras, dsb
      • Muncul perilaku makan yang tidak normal, seperti anorexia atau bulimia
  • Namun demikian tidak semua anak akan memperlihatkan tanda-tanda tersebut di atas karena mereka merasa malu, atau takut untuk mengakuinya. Bisa saja mereka diancam oleh pelakunya untuk tidak membicarakan kejadian yang dialami pada orang lain. Jika tidak, maka mereka akan mendapatkan hukuman yang jauh lebih hebat. Tidak menutup kemungkinan, anak-anak tersebut justru mencintai pelakunya. Mereka ingin menghentikan tindakannya tetapi tidak ingin pelakunya ditangkap atau dihukum, atau melakukan suatu tindakan yang membahayakan keutuhan keluarga. Kasus kekerasan terhadap anak seringkali berlangsung kronis dan tidak terdeteksi dalam waktu lama atau diketahui setelah anak menderita akibat yang parah baik secara fisik maupun mental emosional. Angka kejadian kekerasan terhadap anak di Indonesia bukanlah angka kejadian yang sebenarnya dalam masyarakat, karena umumnya para pelaku adalah mereka yang berkedudukan lebih tinggi dari korban yang masih anak, sehingga untuk kepentingan pelaku, mereka sering menutup-nutupi adanya kasus tersebut.
  • Sumber terjadinya kekerasan terhadap anak, di antaranya:
    • Faktor orang tua
      • Pernah menjadi korban penganiayaan orang tua pada masa kecilnya atau tinggal cukup lama di rumah yang penuh kekerasan. Mereka menganggap perilaku itu wajar terhadap anak.
      • Orang tua tidak mengetahui cara yang baik dan benar mengasuh dan mendidik anak, cenderung memperlakukan anak secara salah. Harapan orang tua yang terlalu tinggi tanpa mengenal keterbatasan anak dan pandangan bahwa anak adalah hak milik orang tua atau merupakan aset ekonomi.
      • Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perkembangan anak, sehingga orang tua tidak mengetahui kebutuhan dan kemampuan anak. Sehingga memperlakukan anak secara salah.
      • Mengalami gangguan kejiwaan atau gangguan kepribadian termasuk menggunakan narkoba. Seringkali orang tua tidak menyadari ada yang salah di dalam dirinya (insightnya buruk), tidak dapat berpikir dan bertindak wajar, termasuk dalam mendidik anak.
    • Faktor keluarga
      • Krisis atau tekanan kehidupan akibat masalah sosial, ekonomi, politik, keterasingan dari masyarakat, kemiskinan, kepadatan rumah tempat tinggal dan stresor psikososial lainnya dapat menimbulkan perlakuan yang salah pada anak.
    • Faktor adat istiadat
      • Pola asuh hak orang tua terhadap anak, pengaruh pergeseran budaya, pengaruh media massa dapat menimbulkan kasus kekerasan pada anak.
  • Pencegahan kekerasan terhadap anak dapat dilakukan dengan mengidentifikasi keluarga yang berisiko tinggi. Bila sudah diketahui dilakukan monitoring terhadap kehidupan keluarga tersebut termasuk kondisi anak. Keluarga dapat diberi bimbingan dan konseling untuk mengetahui kapan seorang anak mendapat perlakuan kekerasan dan alternatif untuk mengatasi masalah.