PANDUAN
PENCEGAHAN KEKERASAN TERHADAP ANAK
DI LINGKUNGAN MASYARAKAT DAN LEMBAGA PENDIDIKAN
Bab I
Pendahuluan

1.1.   Latar Belakang

Kekerasan terhadap anak yang dilakukan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan atau dimanapun tidak dapat dibenarkan karena melanggar hak azasi manusia. Meskipun demikian, kekerasan terhadap anak seringkali terjadi baik di publik baik di lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan pendidikan dalam berbagai bentuk yang pelakunya adalah orang-orang terdekat dengan anak yang seharusnya melindungi anak itu sendiri seperti orangtua atau guru.
Kekerasan terhadap anak tidak dapat dibenarkan baik yang dilakukan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan maupun negara dan harus dilakukan upaya-upaya pencegahan. Meskipun demikian, kekerasan terhadap anak tetap saja terjadi baik di ranah publik maupun domestik dalam berbagai bentuknya.
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 Pasal 28B (2) menyatakan bahwa “Setiap anak berhak … atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Sedangkan untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak Pasal 69 (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) menyebutkan bahwa “Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya: (a) penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan (b) pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.
Sedangkan ayat (2) menyebutkan bahwa “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan”. Sedangkan Pasal 54 menyebutkan bahwa “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.” Dengan demikian menjadi tanggung jawab semua pihak untuk mengimplementasikan dalam aktivitas keseharian.
Selain itu pada Pasal 72 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengamanatkan masyarakat dan lembaga untuk berperan dalam perlindungan anak, termasuk di dalamnya melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungannya.
Kekerasan terhadap anak merupakan kasus yang kadang tersembunyi, tidak terlaporkan, tidak tercatat dan tidak terpublikasikan. Dikarenakan berbagai faktor antara lain karena faktor budaya yang memposisikan anak sebagai objek dan milik penuh orang tua. Anak merasa takut mengadukan atau menyampaikan kepada pihak lain, karena ketidaktahuan dan ketidakmampuannya mengenali bentuk-bentuk kekerasan yang menimpa dirinya seperti kekerasan fisik, psikis dan seksual.
Kekerasan pada anak dapat menimbulkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang yang bersifat serius terhadap tumbuh kembang anak.
Dampak fisik yang dialami anak berupa lebam, luka lecet, luka bakar, patah tulang yang dapat menyebabkan kecacatan dan dampak psikis yang dialami seumur hidup bahkan kematian. Oleh kerana itu jika hal ini tidak ditangani secara komperehensif dapat menurunkan kualitas hidup anak sebagai generasi penerus bangsa.
Untuk melakukan pencegahan kekerasan terhadap anak sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah dan masyarakat dalam berbagai bentuk organisasi baik organisasi sosial maupun organisasi keagamaan. Khusus untuk lembaga sosial, dan keagamaan dapat digunakan sebagai wadah sosialisasi yang efektif untuk kampanye hidup damai tanpa kekerasan terhadap anak. Upaya lain memberikan pelatihan pada orang tua mengenai pengasuhan ramah anak, pelatihan guru bagaimana cara memperlakukan anak, dan bentuk upaya lain yang memberi dampak pada terkuranginya kasus kekerasan terhadap anak. Atas dasar inilah yang mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyusun “Panduan Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak Di Lingkungan Masyarakat dan Lembaga Pendidikan”.

1.2.   Analisa Situasi

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2006 secara nasional, selama tahun 2006 telah terjadi sekitar 2,81 juta kekerasan terhadap anak dan sekitar 2,29 juta anak pernah menjadi korbannya. Dari sejumlah kejadian, penganiayaan merupakan jenis kekerasan yang terbayak dialami oleh anak yaitu 53,7% (L.59.1%; P.41,5%), selanjutnya penghinaan 36,7% (L.31,7%; P.42,6%), penelantaran 10,3%, pelecehan 3,9% (L.2,7%; P.5,4%), dan lainnya 15,2% (L.14%; P.16,5%).
Banyak kejadian kekerasan terhadap anak baik di perkotaan dan perdesaan ternyata penyebabnya karena ketidakpatuhan, yakni 51,9% (Perkotaan 47,4%; Perdesaan 54,9%) sedangkan faktor ekonomi yang dianggap oleh banyak pihak ternyata hanya sekitar 9,9% (Perkotaan 10,2%; Perdesaan 9,7%) sebagai penyebab kekerasan. Penyebab lain terjadinya kekerasan terhadap anak adalah perilaku buruk 18,7% (Perkotaan 18,7%; Perdesaan 13,7%) dan cemberut 4,8% (Perkotaan 5,7%; Perdesaan 4,3%).
Bila ditelusuri siapa pelaku kekerasan, ternyata orang tua merupakan orang yang semestinya menjadi pembimbing, pelindung, penerima pengaduan, pendendar, pemberi rasa aman dan kasih sayang justru sebagai pelaku kekeraan. Menurut BPS, 2006, pelaku kekerasan secara berurut:orang tua 61,4%, tetangga 6,7%, famili 3,8%, guru 3% (lengkapnya lihat tabel).
Tabel.Kekerasan Terhadap Anak Menurut Pelaku (%)

Pelaku Perkotaan Pedesaan Total
Orangtua 56,5 64,6 61,4
Famili 4,1 3,6 3,8
Tetangga 8 5,8 6,7
Majikan 0,8 0,1 0,4
Rekan kerja 0,9 0,7 0,8
Guru 2,8 3,1 3
Lainnya 26,8 21,9 23,9
Sumber: BPS, 2006

Rumah menurut BPS merupakan tempat kejadian perkara yang tertinggi yaitu 73,1%, selanjutnya tempat umum 23,2%, dan selebihnya tempat kerja (lihat gbr).

Gbr.Kekerasan terhadap anak menurut Tempat Kejadian

100

50

0

Rumah   Luar T4 kerja Dua t4
Total 73,1 23,2 0,8 3,1
Perkotaan 70,5 27,2 0,8 1,4
Pedesaan 74,8 20,7 0,5 4
Sumber: BPS, 2006

Dari sejumlah kejadian kekerasan terhadap anak yang sangat dirasakan akibatnya adalah sakit hati. Menurut BPS, 2006 dari sejumlah akibat yang dirasakan oleh anak korban kekerasan, sakit hati merupakan hal yang sangat terekam dengan baik dalam hati korban. Jika sejumlah persentase korban ini akan berontak, maka dikhawatirkan anak-anak tersebut menjadi pendendam. Persentase lengkap lihat tabel berikut.

Tabel.Kekerasan Terhadap Anak menurut Akibat terberat dirasakan (%)

Akibat Perkotaan Perdesaan Total
Luka/cacat 8,4 7,7 8,0
Stress/depresi 10,2 5,5 7,4
Sakit hati 49,3 52,5 51,2
Materi 6,5 6,2 6,3
Lainnya 25,7 28,1 27,1
Sumber: BPS, 2006

 

1.3.   Maksud dan Tujuan

1.3.1.  Maksud
Panduan ini menjadi acuan bagi instansi pemerintah dan lembaga masyarakat dalam melaksanakan pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan keluarga, masyarakat dan di lembaga pendidikan.
1.3.2.  Tujuan
Tujuan Umum
Mewujudkan lingkungan keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan yang ramah anak.

1.4.   Tujuan Khusus

1.Tersedianya media KIE tentang pencegahan kekerasan terhadap anak di keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan.
2.Tersosialisasinya program-program anti kekerasan terhadap anak di keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan.
3.Terbentuknya forum peduli anak yang melaksanakan kegiatan pencegahan kekerasan terhadap anak di tingkat masyarakat.
4.Terbentuknya forum peduli anak yang melibatkan partisipasi siswa sekolah dalam melaksanakan kegiatan pencegahan kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan.
5.Tersedianya data tentang kekerasan terhadap anak di lingkungan keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan yang ramah anak.
6.Terlaksanya pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan yang ramah anak.
7.Meningkatnya kerjasama keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap anak.

 

Sasaran

1.5.   Langsung

Pendidik, orangtua, toga, toma, ormas, teman sebaya, pengelola program lintas sektor terkait

Tidak Langsung
Akademisi, organisasi profesi, LSM, aparat penegak hukum

1.Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2.Diskriminasi adalah segala bentuk perlakuan yang menghasilkan pembedaan baik di lingkup keluarga, masyarakat dan negara.
3.Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak dengan atau tanpa tujuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara seksual, fisik, mental, termasuk diskriminasi penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh anak dan merendahkan martabat dalam masa tumbuh kembangnya.
4.Kekerasan seksual adalah tindakan seksual yang dilakukan pada anak pemaksaan hubungan seksual terhadap seorang anak dalam berbagai bentuk Bentuk-bentuk kekerasan ini antara lain diperkosa, pemaksaan hubungan seksual, perkawinan usia dini, anak disodomi, diraba-raba alat kelaminnya, diremas-remas payudaranya, dicolek pantatnya, dan diraba-raba pahanya.
5.Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Bentuk-bentuk kekerasan ini antara lain dipukul, dijambak, ditendang, diinjak, dicubit, dicekik, dicakar, ditempel besi panas, dipukul dengan karet timba, dijewer, dan lain-lain (Studi Sekretaris Jenderal PBB tentang kekerasan terhadap anak).
6.Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada anak.
Bentuk-bentuk kekerasan ini antara lain dihina, dicaci-maki, diejek, dipaksa melakukan sesuatu dan atau tidak melakukan yang tidak dikehendaki, dan diancam.
7.Kekerasan yang diakibatkan tradisi adat adalah kekerasan yang bersumber pada praktik-praktik budaya dan interpretasi ajaran agama yang salah sehingga anak ditempatkan pada posisi sebagai milik orang tua atau komunitas. Bentuk-bentuk kekerasan ini antara lain dipaksa kawin pada usia muda bagi anak perempuan, ditundangkan, dipotong jari jika keluarganya meninggal, mahar pernikahan (belis), menjadi joki kuda, dan lain-lain.
8.Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terisiri dari suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
9.Lingkungan masyarakat terdiri dari ranah domestik dan ranah publik.
10.Lembaga pendidikan formal, informal, dan non formal adalah tempat tersedianya layanan dan fasilitas yang bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam pendidikan dan pengetahuan terhadap anak.
11.Perlakuan salah terhadap anak adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab dan/atau mereka yang memiliki kuasa atas anak, yang seharusnya dapat dipercaya yaitu orang tua, keluarga dekat, guru, pembina, aparat penegak hukum, pengasuh dan pendamping (World Health Organization).
12.Penelantaran anak adalah tindakan segaja atau tidak sengaja yang mengakibatkan tidak terpenuhi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang secara fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual (World Health Organization).
13.Pencegahan adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan berbagai faktor yang menyebabkan dan melestarikan segala bentuk kekerasan terhadap anak.
14.Kesetaraan Gender adalah hasil dari ketiadaan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atas dasar kesempatan, alokasi sumber daya atau manfaat dan akses terhadap pelayanan.

 

Bab II
Arah Kebijakan

2.1.   Arah Kebijakan

1.Upaya pencegahan kekerasan terhadap anak merupakan bagian integral dari hak asasi manusia yang harus dilakukan oleh keluarga, masyarakat, pemerintah termasuk lembaga pendidikan
2.Penyelenggaraan perlindungan anak yang dilakukan oleh Kelurga, masyarakat, pemerintah termasuk lembaga pendidikan harus mengutamakan kepentingan terbaik untuk tumbuh kembang anak secara optimal yang bebas dari diskriminasi dan kekerasan.
3.Pelaksanaan upaya pencegahan terhadap kekerasan pada anak dilakukan melalui kerjasama semua unsur terkait di lingkungan pemerintah dan pemerintah daerah dan melibatkan partisipasi masyarakat.

2.2.   Strategi

Strategi upaya pencegahan adalah sebagai berikut:

1.Penyusunan media KIE tentang upaya pencegahan kekerasan terhadap keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan.
2.Penggalangan peran serta berbagai media komunikasi dalam penyebar luasan media KIE tentang pencegahan kekerasan terhadap anak.
3.Peningkatan peran serta lembaga pemerintah, masyarakat, keagamaan dan dunia usaha dalam optimalisasi pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan.
4.Pemanfaatan rumah ibadah dan institusi pendidikan formal dan non formal sebagai wadah sosialisasi mengenai dampak kekerasan terhadap anak di lingkungan keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan.
5.Pemberdayaan keluarga dalam kegiatan program pencegahan kekerasan terhadap anak.
6.Penguatan kemampuan teman sebaya sebagai agen perubah dalam mengurangi akibat kekerasan terhadap anak di lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan.
7.Pemanfaatan forum-forum anak yang ada di semua wilayah.
8.Pengawasan dan monitoring berbagai program pencegahan di lingkungan keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan.
9.Meningkatkan upaya pencegahan kekerasan pada anak melalui program UKS.
10.Penggalangan peran serta berbagai media komunikasi dalam penyebar luasan informasi.
11.Peningkatan peran serta lembaga pemerintah, masyarakat, keagamaan dan dunia usaha dalam optimalisasi pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan.
12.Pemanfaatan rumah ibadah sebagai wadah sosialisasi mengenai bahaya kekerasan terhadap anak di lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan.
13.Pemberdayaan keluarga dalam pencegahan kekerasan terhadap anak.
14.Penguatan kemampuan teman sebaya sebagai agen perubah dalam mengurangi akibat kekerasan terhadap anak di lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan.
15.Pemanfaatan forum-forum anak yang ada di semua wilayah.

 

Bab III
Program Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak
di Lingkungan Keluarga, Masyarakat dan Lembaga Pendidikan
 

3.1.Program Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Keluarga
3.1.1.  Peningkatan pemahaman hak asasi manusia termasuk di dalamnya hak-hak anak dan kesetaraan gender
Output:

1.Setiap anggota keluarga memahami hak dan kewajibannya masing-masing.
2.Keluarga memahami bahwa anak mempunyai hak yang harus dihargai, dihormati dan dipenuhi.
3.Keluarga memahami tentang kesetaraan dan keadilan gender yang harus dihargai, dihormati dan dipenuhi.

Kegiatan dan Pelaksana:

1.Peningkatan pemahaman anggota keluarga (pendidikan keorangtuaan, pola asuh, komunikasi dengan anak): Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Agama, Lembaga Masyarakat, Perguruan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional.
2.Peningkatan peran anggota keluarga dalam melindungi dan memenuhi hak anak dan gender: Unit yang menangani PP dan PA Kab/Kota, Kantor Agama di Kab/Kota, Lembaga Masyarakat, Perguruan Tinggi, kementrian pendidikan.
3.1.2.  Peningkatan kesadaran hukum dan dampak kekerasan terhadap anak;
Output:

1.Keluarga menyadari bahwa kekerasan terhadap anak adalah tindakan pidana.
2.Keluarga menyadari bahwa perlunya perlindungan bagi anak dari segala bentuk kekerasan.

Kegiatan dan Pelaksana:

1.Keluarga mengembangkan keharmonisan, budaya damai dalam keluarga: Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Agama, Kementerian Komunikai dan Informatika, dan Media Massa.
2.Keluarga mengembangkan pola asuh yang ramah anak (child friendly): Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, BKKBN, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
3.1.3. Pengintegrasian program pencegahan kekerasan terhadap anak dalam program pemberdayaan keluarga;
Output:

1.Adanya program pencegahan kekerasan terhadap anak yang terintegrasi dalam program pemberdayaan keluarga.
2.Meningkatnya pemahaman keluarga sebagai sasaran program pemberdayaan tentang anti kekerasan terhadap anak.

Kegiatan dan Pelaksana:

1.Menyusun materi pengintegrasian program pencegahan kekerasan terhadap anak dalam program pemberdayaan keluarga: Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Dalam Negeri.
2.Melakukan advokasi pada lembaga terkait yang mengelola program pemberdayaan keluarga untuk mengintegrasikan program pencegahan kekerasan thd anak: Kemementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
3.1.4.  Penguatan pendidikan anti kekerasan sejak dini di tingkat keluarga
Output:
Anak memahami, mampu mencegah dan melaporkan kekerasan yang terjadi pada dirinya, di lingkungan atau dalam keluarga.
3.1.5.  Peningkatan pemahaman konsekwensi hukum pelaku kekerasan terhadap anak
Output:
Meningkatkan pemahaman keluarga terhadap konsekwensi hukum bagi pelaku kekerasan terhadap anak

 

3.2.Program Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Masyarakat
3.2.1.  Peningkatan pemahaman hak asasi manusia termasuk didalamnya hak-hak anak dan kesetaraan gender;
Output:

1.Masyarakat memahami bahwa anak mempunyai hak anak yang harus dihargai, dihormati dan dipenuhi.
2.Masyarakat memahami tentang kesetaraan dan keadilan jender yang harus dihargai, dihormati dan dipenuhi.

Kegiatan dan Pelaksana:

1.Pengintegrasian pemahaman hak anak dan gender dalam pelatihan pra-nikah: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemeterian Agama, Lembaga Masyarakat, Perguruan Tinggi.
2.Peningkatan pemahaman kader masyarakat (toga, toma dll): Unit yang menangani PP dan PA Kab/Kota, Kantor Agama di Kab/Kota, Lembaga Masyarakat, Perguruan Tinggi.
3.Peningkatan peran kader masyarakat (toma, toga dll) dalam memberikan penyuluhan tentang hak anak dan gender, pemberdayaan keluarga kepada masyarakat: Unit yang menangani PP dan PA Kab/Kota, Kantor Agama di Kab/Kota, Lembaga Masyarakat, Perguruan Tinggi.
3.2.2.  Peningkatan kesadaran masyarakat tentang hukum dan dampak kekerasan terhadap anak;
Output:

1.Masyarakat menyadari bahwa kekerasan terhadap anak adalah tindakan pidana.
2.Masyarakat menyadari bahwa perlunya perlindungan bagi anak dari segala bentuk kekerasan.

Kegiatan dan Pelaksana:

1.Mengerakkan anggota masyarakat untuk mensosialisasikan anti kekerasan: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kominfo, Pemda Provinsi/Kab/Kota, Lembaga Masyarakat, Perguruan Tinggi.
2.Peningkatan peran serta masyarakat untuk ikut mengawasi ekspos kekerasan di media massa tanpa mengeksploitasi kasus anak: Orsos, Lembaga Masyarakat, Forum Anak, perguruan tinggi.
3.Menyebarluaskan informasi anti kekerasan terhadap anak melalui forum komunikasi yang ada: Pemda Provinsi/Kab/Kota, Orsos, Lembaga Masyarakat, Forum Anak, Perguruan Tinggi.
4.Membentuk dan mengembangkan kelompok sebaya (peer group) dalam melakukan kampanye pencegahan kekerasan terhadap anak: Pemda Provinsi/Kab/Kota, Orsos, Lembaga Masyarakat, Forum Anak.
3.2.3. Pengintegrasian program pencegahan kekerasan terhadap anak dalam program pemberdayaan masyarakat;
Output:

1.Adanya program pencegahan kekerasan terhadap anak yang terintegrasi dalam program pemberdayaan masyarakat.
2.Meningkatnya pemahaman keluarga dan masyarakat sasaran program pemberdayaan tentang anti kekerasan terhadap anak.

Kegiatan dan Pelaksana:

1.Menyusun materi pengintegrasian program pencegahan kekerasan terhadap anak dalam program pemberdayaan masyarakat: Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Dalam Negeri.
2.Melakukan advokasi pada lembaga terkait yang mengelola program pemberdayaan masyarakat untuk mengintegrasikan program pencegahan kekerasan thd anak: Kemementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
3.2.4.  Penguatan peran komunitas peduli anak melalui pelatihan pola pengasuhan anak;
Output:
Anak memahami, mampu mencegah dan melaporkan kekerasan yang terjadi pada dirinya, di lingkungan atau dalam lingkungan masyarakat.
Kegiatan dan Pelaksana:

1.Mengembangkan budaya damai dalam masyarakat: Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Agama, Kementerian Komunikai dan Informatika, dan Media Massa.
2.Integrasi pencegahan kekerasan dalam kurikulum PAUD: Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, BKKBN, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
3.Memberdayakan anggota masyarakat dalam mengembangkan anti kekerasan terhadap anak (pola asuh anti kekerasan terhadap anak): Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, BKKBN, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Masyarakat dan Lembaga Swasta.
3.2.5.. mendorong upaya penegakan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk mencegah kekerasan terhadap anak.
Output:
Pemberian sanksi hukum yang berat terhadap pelaku kekerasan terhadap anak.
Kegiatan dan Pelaksana:

1.Meningkatkan peran masyarakat dalam mengawasi proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak kekerasan terhadap anak: Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Masyaraka, Lembaga Swasta, dan Media Massa.
2.Pemberdayaan pemolisian masyarakat (polmas) dalam pencegahan kekerasan terhadap anak: Mabes Polri, Polda, Polres, Polsek.

 

3.3.Program Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di Lembaga Pendidikan
3.3.1.  Peningkatan pemahaman tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik tentang hak-hak anak dan kesetaraan gender;
Output:
Guru/pendidik/pengasuh dan peserta didik/anak asuh/santri memahami tentang hak anak, anti kekerasan dan jender.
Kegiatan dan Pelaksana:

1.Peningkatan pemahaman tentang hak anak, anti kekerasan dan gender kepada guru/pendidik/ pengasuh: Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, BKKBN, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Masyarakat dan Lembaga Swasta.
2.Peningkatan pemahaman tentang hak anak, anti kekerasan dan gender kepada peserta didik/anak asuh/santri: Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, BKKBN, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Masyarakat dan Lembaga Swasta.
3.Memantapkan pembentukan kelompok sebaya (peer group) dalam pencegahan kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan: Pemda Provinsi/Kab/Ko, Orsos, Lembaga Masyarakat, Forum Anak.
4.Mengintegrasikan program pencegahan kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan pada wadah kegiatan yang telah ada (Pramuka, UKS, Paskibra, PMR, Kelompok Jurnalistik Sekolah, dll): Polri Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, BKKBN, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Masyarakat dan Lembaga Swasta, Kwarnas.
5.Perbaikan kurikulum nasional yang lebih responsif gender dan responsif anak: Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Agama, Kementerian Pemuda dan Olahraga.
3.3.2.  Pengembangan tata tertib dan peraturan sekolah yang ramah anak dan berperspektif gender;
Output:
Adanya aturan yang tersosialisasi tentang pencegahan kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan.
Kegiatan dan Pelaksana:

1.Advokasi penyusunan aturan pencegahan kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan: Dinas Pendidikan, Kantor Agama Kab/Kota.
2.Sosialisasi peraturan pencegahan kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan: Dinas pendidikan, Kantor Agama Kab/kota, Orsos, Lembaga Masyarakat, Forum Anak.
3.Memantapkan partisipasi anak dalam menyusun dan mengembangkan aturan pencegahan kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan: Dinas pendidikan, Kantor Agama Kab/kota, Orsos, Lembaga Masyarakat, Forum Anak, Unit yang menangani PP dan PA.
4.sosialisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan anak dan kesetaraan gender.

 

Bab IV
Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan

4.1.   Pemantauan

Untuk memastikan semua upaya dalam pencegahan sebagaimana yang ada di bab III, maka dibutuhkan pemantauan yang bertujuan untuk melihat pelaksanaan program dan kegiatan pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan keluarga, masyarakat dan di lembaga pendidikan. Melalui pemantauan ini diharapkan dapat diidentifikasi adanya hambatan, kendala dan tantangan (anggaran, peraturan dan kapasitas) yang terjadi dalam pelaksanaan program dan kegiatan tersebut.
Pemantauan dilakukan oleh tim secara berkala melalui koordinasi dan monitoring langsung terhadap pelaksanaan program dan kegiatan.
Pemantauan dilakukan mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan program dan kegiatan (siapa yang melakukan pemantauan)

4.2.   Evaluasi

Unuk mengetahui dan memahami semua proses, tim melakukan pertemuan untuk membahas hasil pemantauan. Hal ini bertujuan untuk menanggulangi kendala/hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan program dan kegiatan yang telah dilakukan.

4.3.   Pelaporan

Pencatatan dan Pelaporan
SKPD dan Kementerian mencatat dan melaporkan pelaksanaan kegiatan.
Pencatatan dan pelaporan melalui database pencatatan dan pelaporan perempuan dan anak korban kekerasan dilakukan setahun sekali atau apabila diperlukan.
Bentuk pencatatan dan pelaporan disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangan yang ada.

 

Bab V
Penutup

Kekerasan terhadap anak terjadi di rumah, komunitas, tempat bermain, sekolah, dan tempat umum lainnya. Kekerasan terhadap anak merupakan kejahatan terhadap hak-hak anak. Pasal 80 (1) UUPA menyebutkan bahwa “Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)”. Untuk mengoptimalkan aturan ini membutuhkan kesadaran, dan komitmen semua pihak ambil bagian guna mencegah kekerasan terhadap anak di lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan.

Demikian panduan ini disusun dengan harapan dapat mencegah kekerasan terhadap anak di lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan.
Untuk mengoptimalkan panduan ini dibutuhkan kesadaran dan komitmen semua pihak guna mencegah kekerasan terhadap anak.